Institut Teknologi Indonesia > Berita Kampus > ITI, BRIN & UNESCO Siap Kembangkan Pulau – Pulau Kecil di Indonesia

Jakarta  (29-08-2023). Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.299 pulau, dan umumnya merupakan pulau-pulau kecil dengan luas kurang dari 5.000 m2. Pulau-pulau kecil tersebut ada yang berpenduduk, namun banyak juga yang tidak berpenghuni. Tantangan yang dihadapi oleh pulau-pulau kecil sangat beragam, tetapi permasalahan mendasar yang selalu dihadapi adalah keterbatasan lahan pemukiman, sumber daya air tawar, dan ketersediaan air tanah yang sangat minim. Kondisi ini selalu menjadi problematik sekiranya pemangku kepentingan (stakeholders) di pulau-pulau kecil dihadapkan pada upaya pengembangan ekonomi masyarakat, seperti industri perikanan, budidaya laut, dan pariwisata bahari.

“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mempunyai potensi besar dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang dimiliki negara ini dapat dimanfaatkan secara bijaksana untuk mengembangkan ekonomi kreatif dan sektor pariwisata yang berwawasan lingkungan,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahudin Uno dalam sambutannya pada lokakarya internasional tentang Small Island Research and Development (SIRaD) di Mercure Convention Centre, Ancol, Jakarta, Selasa (29/08).

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dengan memanfaatkan potensi pariwisata berkelanjutan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjaga kelestarian alam dan budayanya, sekaligus memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakatnya. Pendekatan pemerintah Indonesia menekankan lintasan pertumbuhan yang seimbang dan strategis untuk pariwisata bahari berkelanjutan dengan pelestarian sebagai prioritas, pembangunan yang berpusat pada masyarakat, infrastruktur inklusif, pendidikan dan kesadaran, kemitraan strategis, regulasi dan pemantauan, serta ketahanan ekonomi.

“Kesimpulannya, visi pemerintah untuk pariwisata berkelanjutan di pulau-pulau kecil adalah pertumbuhan terpadu, di mana kesejahteraan ekonomi hidup berdampingan dengan pelestarian lingkungan dan pelestarian budaya. Visi ini membayangkan masa depan di mana pulau-pulau kecil menjadi mercusuar pariwisata, di mana para wisatawan dapat merasakan keajaiban alam sambil berkontribusi terhadap pelestarian dan kebahagiaan destinasi-destinasi berharga ini,” sebutnya.

Sementara itu, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa secara prinsip tidak ada satupun daerah yang tertinggal, maka kita melakukan segala upaya untuk pembangunan termasuk peningkatan mata pencaharian sebagai peningkatan kualitas hidup masyarakat di pulau-pulau kecil yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Banyak tantangan yang dihadapi dalam melakukan pembangunan tersebut dimulai dari berbagai masalah kebutuhan dasar seperti jaringan listrik, logistik, dan jaringan komunikasi. Selain itu juga bagaimana kita dalam menghadapi berbagai permasalahan yang disebabkan oleh alam, seperti kebutuhan akan sumber air bersih dan pasokan air tawar, di samping juga permasalahan intrusi air laut, penurunan muka tanah, polusi yang berasal dari sampah laut, dan sebagainya,” jelas Handoko.

“Kita juga perlu memperhatikan permasalahan sosial seperti bagaimana kita dapat menjaga keseimbangan di antara pembangunan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan,” ucapnya.

Melihat ke belakang, dijelaskannya bahwa sejak dahulu kita telah melakukan riset dasar dan riset terapan pada beberapa pulau-pulau kecil Indonesia, di antaranya Pulau Biak, Ambon, Pulau Pari, dan juga Pulau Weh. Setiap pulau-pulau tersebut tentunya walaupun tersebar di lokasi yang berbeda-beda namun memiliki permasalahan yang mirip, termasuk dengan pulau-pulau kecil antar negara-negara di kawasan. Karena menurutnya, kita berbagi air lautan dan samudra yang sama.

“Dengan kegiatan lokakarya internasional ini kita dapat berbagi pengalaman dan juga teknologi terkini untuk menghadapi permasalahan yang sama terhadap pulau-pulau kecil tersebut,” ujarnya.

Lokakarya internasional Small Island Research and Development (SIRaD), mengusung tema tentang ketahanan air dan kehidupan berkelanjutan bagi masyarakat lokal pulau-pulau kecil, diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Institut Teknologi Indonesia (ITI) serta didukung oleh United Nation Education, Science and Culture Organisation (UNESCO). Kegiatan yang berlangsung selama 2 hari mulai Selasa (29/8) di Mercure Convention Centre, Ancol, Jakarta ini diselenggarakan untuk menyediakan wadah interaksi dan berbagi hasil kajian pulau-pulau kecil, perilaku masyarakat lokal, dan pengelolaan pulau.

Ketua Kommite Nasional untuk Program Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO – BRIN, Wahyu Widodo Pandoe menjelaskan, tujuan utama dari kegiatan lokakarya ini adalah untuk menganalisa dampak aktifitas ekosistem di pulau-pulau kecil di kawasan Pasifik Barat dan juga berbagi pengalaman dalam pembangunan berkelanjutan dan konservasi pada pulau-pulau kecil di kawasan.

“Kegiatan ini akan terbagi ke dalam 6 sesi pleno dengan topik berbeda, yaitu topik Small Island Policy and Management pada sesi pleno 1, Small Island Policy Development pada sesi 2, Small Island and Water Security pada sesi 3. Kemudian dilanjutkan dengan topik Small Island and Sustainable Living pada sesi 4 di hari kedua, Small Island Community and Sustainable Living pada sesi 5, dan terakhir Small Island Hygiene and Human Health pada sesi 6,” rincinya.

Direktur Eksekutif Kantor UNESCO Jakarta, Maki Katsuno Hayashikawa menjelaskan bahwa negara dengan kepulauan kecil telah menjadi perhatian khusus bagi UNESCO. Indonesia memang bukan negara kepulauan kecil, tetapi Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau kecil sehingga banyak sekali pembelajaran-pembelajaran dari Indonesia ataupun dari negara lain yang memiliki kepulauan kecil untuk dapat saling bertukar ilmu.

Permasalahan seperti bagaimana pemberdayaan sumber daya air tidak hanya dialami oleh pulau-pulau kecil di Indonesia tetapi juga oleh negara lain. Kegiatan ini adalah bagaimana UNESCO dapat memfasilitasi pertukaran ilmu pengetahuan, pengalaman, dan teknologi yang diaplikasikan pada pembangunan du pulau-pulau kecil di kawasan.

Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Itje Chodijah menambahkan bahwa riset yang saat ini digagas dalam memetakan tantangan, sumber daya, dan tentunya potensi bagaimana kita bisa membantu pulau-pulau kecil merupakan data riset yang sangat penting sebagai pengembangan sumber daya manusia, lebih spesifik lagi untuk pengembangan pendidikan masyarakat yang ada disana.

“Riset ini akan memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap pengembangan sumber daya manusia. Tentunya yang diteliti hanya beberapa saja tetaapi hasilnya akan menjadi prototipe yang dapat dikembangan lagi untuk bisa membantu pembangunan di pulau-pulau kecil yang perlu dipopulerkan kepada seluruh stakeholder,” imbuhnya.

Rektor ITI, Marzan Aziz Iskandar menguraikan contoh studi kasus yang diambil, yaitu Pulau Pari dan Pulau Weh. Kedua pulau tersebut memiliki kekhasan dan isu yang berbeda. Pulau Weh berada di ujung Utara dengan kondisi air bersih yang relatif cukup dengan lingkungan yang juga relatif masih bersih.

Sedangkan kondisi Pulau Pari saat ini sudah terlalu padat dan memiliki tantangan berupa pencemaran lingkungan, eksploitasi berlebihan, kurangnya sumber air bersih, dan seterusnya. Kedua pulau tersebut ditujukan untuk wisata bahari. Dengan program pemerintah untuk meningkatkan pereknomian nasional untuk menjadi negara maju, pariwisata akan menjadi potensi perhatian khususnya bagi pulau-pulau kecil yang diposisikan sebagai tujuan wisata bahari.

“Tetapi kalau kita melaksanakannya seperti sekarang, kita tidak akan bisa mendapatkan benefit yang maksimal. Oleh karena itu dalam kegiatan ini kita dapat belajar dan berdiskusi dengan negara-negara kawasan Pasifik seperti Jepang, Tiongkok, Malaysia, dan sebagainya, agar kita dapat meningkatkan perekonomian negara, perekonomian masyarakat setempat, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan,” tuturnya. (RBA/ed.set)

Leave a Reply