Pusat Riset Pengabdian kepada Masyarakat (PRPM) Institut Teknologi Indonesia yang diinisiasi oleh Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) dengan Program Studi Teknologi Industri Pertanian (TIP) bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak telah mengadakan kajian industri pangan sebagai upaya mendukung pengembangan sektor pangan lokal dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian di wilayah tersebut.
Kerja sama ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi, tantangan, serta merumuskan strategi pengembangan industri pangan yang berbasis pada sumber daya lokal Kabupaten Lebak. Sebagai bentuk implementasi kerjasama dari ITI diwakili oleh Ketua Prodi Perencanaan Wilayah Kota, Ir. Medtry, S.T., M.T., IPM dan Heru Irianto, M.Sc dosen Teknologi Industri Pertanian. Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu 25 Juni 2025 bertempat di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Lebak, Provinsi Banten.
Penyusunan Kajian ini menyoroti beberapa poin penting:
- Peningkatan Kapasitas Pengolahan dan Nilai Tambah: Salah satu rekomendasi utama adalah perlunya peningkatan kemampuan pengolahan pangan, pengemasan, dan penciptaan pasar agar hasil produksi pertanian tidak langsung keluar daerah, melainkan dapat diolah dan dimanfaatkan di dalam wilayah Lebak. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta kualitas konsumsi pangan lokal
- Optimalisasi Lahan dan Kolaborasi: Kajian mendorong optimalisasi kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta pemanfaatan lahan pekarangan melalui kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak swasta atau industri. Sistem pertanian terpadu menjadi salah satu model yang diusulkan untuk memperkuat ketahanan pangan dan mendukung pengembangan agroindustri lokal
- Penguatan Data dan Evaluasi: Ditekankan pula pentingnya harmonisasi dan penguatan data pangan, seperti penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) secara berkala, untuk mengevaluasi ketersediaan, penggunaan, dan kebutuhan pangan di Kabupaten Lebak. Data yang akurat sangat dibutuhkan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan industri pangan.
- Tantangan Infrastruktur dan SDM: Masih terdapat tantangan terkait keterbatasan akses data ekspor-impor pangan olahan, belum lengkapnya cakupan data bahan pangan lokal, serta perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang teknologi pengolahan dan pemasaran produk pangan
- Sinkronisasi Kebijakan: Kajian juga menekankan perlunya sinkronisasi antara kebijakan daerah dengan kebijakan nasional di bidang industri pangan, agar program pengembangan lebih terarah dan berkelanjutan
Kolaborasi antara ITI dan Disperindag Lebak ini diharapkan dapat menjadi model pengembangan industri pangan berbasis riset dan teknologi, yang tidak hanya meningkatkan daya saing produk lokal, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat Kabupaten Lebak secara menyeluruh.
Table of Contents
Kajian Industri Pangan di Kabupaten Lebak, Banten
Industri pangan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, merupakan sektor yang sangat penting dan menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Kabupaten ini memiliki populasi sekitar 1,2 juta jiwa dengan sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan industri makanan.
Sektor Pertanian dan Industri Pangan
Sektor pertanian di Lebak merupakan sektor unggulan yang memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lebak, yakni sekitar 26,5%. Pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh dengan laju rata-rata 8,39% per tahun, menjadikan sektor ini sebagai penggerak utama ekonomi daerah.
Komoditas unggulan di bidang tanaman pangan adalah padi sawah, yang menjadi andalan kelompok tani di wilayah ini, dengan produktivitas yang cukup tinggi, mencapai 5 ton gabah basah per hektare per musim panen.
Potensi komoditas yang ada diantaranya :
1. Tanaman Pangan: Padi & Jagung
2. Hortikultura: Pisang
3. Perkebunan: Kelapa Sawit, Kelapa, Kakao & Kopi
4. Perikanan: Tangkap & Budidaya
Pengembangan Jagung Berbasis Korporasi Petani
Salah satu inisiatif penting dalam pengembangan industri pangan di Lebak adalah program pengembangan kawasan jagung berbasis korporasi petani yang didukung oleh Kementerian Pertanian.
Program ini bertujuan memberdayakan petani jagung melalui kerjasama dengan produsen pakan ternak dan Perum BULOG untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan pendapatan petani. Pilot project ini telah dilaksanakan di beberapa desa di Kecamatan Gunung Kencana dengan luas lahan sekitar 1.000 hektare.
Program ini sejalan dengan upaya meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan masyarakat, serta mendukung ketahanan pangan nasional.
Tantangan dan Potensi
Meskipun sektor pertanian dan industri pangan di Lebak menunjukkan pertumbuhan yang positif, tantangan seperti pengelolaan pasokan bahan baku, peningkatan teknologi pengolahan, serta penguatan jaringan distribusi masih perlu diatasi untuk mengoptimalkan nilai tambah produk pangan lokal. Peran Dinas berkaitan dengan Ketahanan Pangan Kabupaten Lebak sangat strategis dalam mengelola data pangan, neraca bahan makanan, dan mendukung program ketahanan pangan di daerah.
Industri pangan di Kabupaten Lebak didukung oleh sektor pertanian yang kuat, terutama produksi padi dan jagung yang menjadi komoditas unggulan. Program korporasi petani jagung merupakan contoh nyata sinergi antara pemerintah, petani, dan industri untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan agroindustri hilir dan penguatan sistem logistik menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing industri pangan di Lebak ke depan, sekaligus mendukung ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi daerah secara berkelanjutan
Apa tantangan utama pengembangan industri pangan lokal di Indonesia
Dikutip dari berbagai sumber, tantangan utama pengembangan industri pangan lokal di Indonesia meliputi beberapa aspek berikut:
- Keterbatasan modal dan manajemen yang belum profesional di kalangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) pangan, yang menghambat pengembangan usaha dan inovasi produk;
- Keterbatasan pasokan bahan baku yang stabil dan berkualitas, serta fluktuasi permintaan pasar yang sulit diprediksi, menjadi hambatan dalam menjaga kontinuitas produksi dan daya saing produk pangan lokal;
- Infrastruktur distribusi yang belum merata dan fasilitas penyimpanan yang kurang memadai menyebabkan kesulitan dalam menjaga kualitas produk serta meningkatkan biaya logistik, terutama di wilayah terpencil
- Rendahnya pengetahuan dan penerapan teknologi pasca panen yang efektif, sehingga banyak hasil panen yang mengalami kerusakan dan kehilangan nilai gizi
- Kebiasaan konsumsi masyarakat yang masih dominan pada beras dan terigu, sehingga kurang mendukung diversifikasi pangan lokal yang kaya nutrisi dan potensi pasar produk lokal masih terbatas
- Tantangan eksternal seperti perubahan iklim, keterbatasan lahan pertanian, dan penyempitan lahan akibat urbanisasi yang berdampak pada ketersediaan bahan baku pangan lokal
- Daya beli masyarakat menengah ke bawah yang masih rendah juga membatasi penetrasi produk pangan lokal yang mungkin memiliki harga lebih tinggi dibandingkan produk impor atau olahan massal
Secara keseluruhan, pengembangan industri pangan lokal memerlukan dukungan kebijakan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, inovasi teknologi, serta penguatan infrastruktur dan jaringan distribusi agar dapat mengatasi tantangan tersebut dan meningkatkan daya saing produk pangan lokal di pasar domestik maupun internasional.
Baca Juga : Kemandirian pangan melalui pemanfaatan bahan baku lokal