Jakarta — Sesuai UU Keinsinyuran no 11/2014, Program Studi Program Profesi Insinyur (PS PPI) Institut Teknologi Indonesia (ITI) yang telah mendapat izin operasional dan akreditasi oleh Kemendikbudristek RI melalui SK Mendikbudristek RI no 130 tahun 2022 tanggal 7 Maret 2022, melantik dan mengambil Sumpah Insinyur 31 Lulusan Perdana nya dengan Gelar Profesi Insinyur (Ir) pada acara Wisuda ITI/Dies Natalis ITI ke 38 pada tanggal 16 Oktober 2022.
Lulusan Perdana Program Studi Program Profesi Insinyur (PS PPI) Institut Teknologi Indonesia (ITI)
Sumpah insinyur dihadiri dan dipimpin oleh Pengurus Pusat PII yaitu Sekretaris Jenderal Ir Bambang Goeritno, MSc, MPA.IPU, dan disaksikan pula oleh Rektor ITI Dr Ir Marzan Aziz Iskandar, ST, IPU, Asean Eng, dalam Sidang Terbuka Senat ITI yang dipimpin oleh Ketuanya Prof Ir Krishna Mochtar, ST, MSCE, PhD, IPU, yang juga adalah Ketua Program Studi PS PPI ITI.
Institut Teknologi Indonesia didirikan oleh PII melalui Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia (YPTI) pada 1 Oktober 1984, yang sekaligus juga sebagai hari lahir (Dies Natalis) ITI oleh Pendiri/Pembina ITI, Bapak Teknologi Indonesia, Prof Dr Ing BJ Habibie (Alm) yang juga merupakan Presiden ke 3 RI. Beliau yang juga merintis Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek, sekarang menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi(BRIN)), memberikan wasiat dan amanah mulia kepada ITI:
“Institut Teknologi Indonesia didirikan di dalam kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi agar tercipta sinergi, sebagai wahana bagi para insinyur untuk membangun peradaban masa depan bangsa Indonesia.”
Pelantikan dan pengambilan Sumpah Insinyur
Prof Ir Krishna Mochtar, ST, MSCE, PhD, IPU menuturkan, tugasnya yang relatif baru selaku Ketua Program Studi PS PPI ITI berdasarkan surat izin dari Kemendikbudristek 7 maret 2022. Maka dari itu dirinya mulai ditugaskan oleh Rektor ITI tepatnya di bulan Maret 2022 ( semester genap).
” Saat itu kami bergerak cepat dan langsung mensosialisasikan pada alumni, dan industri. Karena, program profesi insinyur ini sebenarnya sasarannya untuk yang sudah bergelar Sarjana Tehnik, Sarjana Pendidikan Tehnik, atau juga Sarjana Sains dan juga yang sudah berpengalaman minimal 2 tahun atau 4 tahun ( yang ada pada alumni dan yang bekerja di mitra- mitra industri) yang diundang melalui zoom,” ujar Krishna Mochtar, pada Minggu (16/10).
Lebih lanjut ia menambahkan, tentunya ini relatif baru UU Keinsinyuran No 11 tahun 2014 dan PP No.25 tahun 2019 melalui peraturan tersebut mulailah berjalan.
” Memang banyak orang yang belum mengetahuinya, termasuk alumni kami dan industri. Mereka belum memahami untuk berpraktek Keinsinyuran yang bekerja di bidang tehnik harus STRI ( Surat Tanda Regrister Insinyur) di PPI. Tapi untuk mendapatkannya harus punya gelar profesi insinyur yang berbeda dengan zaman dahulu ( ’70 dan ’80) yang memberikan gelar Perguruan Tinggi Fakultas Tehnik yaitu gelar akademik dan yang sekarang menjadi gelar profesi,” terangnya.
Maka, ini menjadi penting untuk disosialisasikan dan tentunya wajib dilaksanakan.
” Kalau sekedar Sarjana Teknik (ST) waktu zaman saya dulu masih bisa boleh langsung kerja. Tapi dengan adanya UU Keinsinyuran tidak boleh dan ada sangsinya,” ungkapnya.
Untuk Keinsinyuran adapun syarat yang dipenuhi yakni, 24 SKS dan diharuskan magang minimal 2 tahun (Program Reguler)- 4 tahun melalui Jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).
“Setelah kami sosialisasikan, kemudian ada 41 pendaftar yang pada akhirnya kami seleksi kembali melalui pendaftaran ulang menjadi 32 pendaftar RPL. Sedangkan yang Program Reguler tidak ada. karena, saya pikir ini kurang menarik membutuhkan waktu 1 tahun apalagi biayanya cukup mahal,” tutur Krishna Mochtar.
Kemudian membuka prakter keinsyuran sebagai tugas akhir. Sebagai info, ini merupakan lulusan pertama yang lulus di bulan Agustus 2022 dan selanjutnya menggelar sumpah insinyur yang dilakukan oleh PII sesuai UU Keinsyuran.
” Sebetulnya kita turun dari technopreneur university. Kami mempunyai visi – misi tentunya mendidik lulusan kami agar berjiwa
technopreneur yang harus mandiri, memberi kemanfaat dan juga inovasi. Tiga hal itulah yang ada dalam materi kuliah penyetaraan untuk praktek Keinsyuran,” tungkas Krishna Mochtar yang sebagai dosen tetap ITI.
Krishna Mochtar berharap, secara khusus ITI yang dibentuk oleh PII tahun 1983- 1984, merasakan minat Keinsyuran sangat berkurang dan pada akhirnya konsen untuk mencetak para insinyur untuk Yayasan Teknologi Indonesia yang kemudian ITI (’84). Kemudian mencetak Sarjana Teknik PS PPI tentunya juga menambah tenaga insinyur yang dibutuhkan di negeri ini membangun serba teknologi yang memang saat ini belajar tehnik sangat menurun.